It's Not My Fault If You Have A Bad Taste!!
Setiap orang memang berhak menentukan gaya apa yang akan menjadi trade mark style nya. Tetapi setiap orang juga mempunyai selera bergaya yang baik dan buruk.
Ketika saya sedang duduk di Lounge Kuala Lumpur International Airport menunggu boarding pesawat, saya memperhatikan empat orang wanita yang bersuara sedikit agak keras berjalan kearah saya, setelah mereka melewati saya, saya tahu bahwa mereka adalah orang Indonesia walaupun mereka tidak berbahasa Indonesia. Kemudian mereka duduk agak jauh dari saya dan tetap dengan percakapan yang mengganggu dan bahasa yang sangat familiar buat saya. Saya sedikit mencuri - curi pandang untuk memperhatikan mereka. Tak berapa lama kemudian dua orang wanita duduk di sebelah saya, yang saya yakini dari kulit dan wajah, mereka adalah orang Indonesia, dan juga mereka berbahasa ibu saya. Setelah beberapa saat memperhatikan perbedaan dua wanita yang duduk di sebelah saya dan empat wanita “heboh” tadi saya menyadari sebuah perbedaan yang sangat dahsyat. Wanita yang duduk disebelah saya sangat terlihat smart, cerdas dan berwawasan luas, padahal saya tidak berbicara sepatah katapun pada mereka. Sementara rombongan wanita “heboh” tadi terlihat seperti gerombolan anak kecil yang merasa sangat senang karena diberi mainan baru yang super duper canggih.
Apa yang membuat mereka terlihat sangat jauh beberbeda? Wanita yang duduk di dekat saya, memakai kemeja linen putih dan celana jeans hipster biru muda berpipa lurus serta sepatu boots warna hitam, dengan menenteng sebuah cardigan hitam dan sebuah tas Anya Hindmarch yang berukuran besar wanita itu terlihat sangat pantas dan smart. Sedangakan teman wanitanya memakai atasan cashmere knit yang berupa turtleneck warna beige dan rok A line selutut warna coklat tua dengan boots tinggi warna biru toska, sangat terlihat stylish dengan tas keluaran TOP SHOP (saya tau karena saya melihat tas itu sehari sebelumnya, dan itu adalah tas pria!) Namun terlihat sangat pas di pakai wanita itu.
Sementara gerombolan wanita yang “heboh” tadi, rata-rata mereka memakai celana jeans bell bottom berpinggang tinggi alias mom’s jeans, dengan hiasan payet disana – sini ditambah dengan atasan blouse ala bohemian yang lengannya melebar seperti sayap dan lonceng, bermotif bunga dan animal print plus mote – mote, lagi! Ditambah lagi dengan perhiasan emas di setiap pergelangan tangan, jari, leher dan telinga yang menyilaukan layaknya toko emas yang sedang “road show” keliling kota. Tas Chanel dan Kelly bag Hermes menjadi tentengan kebanggaan mereka. Belum lagi datambah dengan LV Trunk dan paper bag dari butik ternama yang menjadi peramai tentengan tangan. Satu lagi, tatanan rambut yang menyerupai semak belukar! Sangat mengganggu pemandangan bukan?
Saya yakin, kalau dilihat dari sisi finansial sudah pasti para wanita “heboh” tadi pasti jauh lebih diatas dua wanita yang duduk disebelah saya, dimana mereka terlihat sangat mandiri, chik dan fashionable. Dari pembicaraan yang saya dengar mereka sepertinya sudah berkeluarga, wanita yang satunya memiliki satu orang anak dan yang lain dua orang anak. Dan para wanita “heboh” itu sudah tidak perlu dipertanyakan lagi, they have a mom’s look.
Apa yang terjadi dengan selera berpakain dua kelompok wanita ini? Apakah para wanita “heboh” itu tidak membaca majalah? Tidak mungkin, mereka belanja di mana selebritis juga berbelanja. Tidak mengikuti tren? But they have Kelly Bag and Chanel purse. Uang? Kartu platinum dari setiap bank pasti ada dalam dompet mereka. Jadi apa dong?
Sementara dua wanita chik tadi terlihat sangat elegan dengan penampilan yang minimalis, sedap dipandang mata dan cara mereka berpakian patut di contoh. Saya tidak mempermasalahkan kecantikan mereka, tetapi bagaimana mereka berpakaian dan memadankannya hingga terlihat sangat pantas untuk dilihat.
Perbedaan nya adalah masalah selera dalam hal berpakian dan menentukan style yang ingin dipakai. Ada beberapa jenis kelompok orang yang hanya memakai dan membeli suatu barang dikarenakan harga yang mahal, keluaran terbaru dan tidak mau dikatakan ketinggalan jaman tanpa memikirkan dipakai kapan, kemana,dimana dan kenyamanan memakainya. Sehingga pada saat mereka memkainya secara bersamaan terlihat aneh bin ajaib bahkan norak. Namun ada juga orang yang sangat jeli dalam hal pemilihan busana, dengan mementingkan kenyamanan memakai, daya pakai yang tinggi, pemilihan model yang long lasting sampai warna yang cocok dengan koleksi busananya yang sudah dimiliki. Untuk kelompok yang kedua, biasanya mereka pandai memadu padankan antara barang – barang yang murah dengan yang mahal. Barang yang murah bukan berarti kelihatan murahan, disitu kuncinya.
Seperti judul diatas, “it’s not my fault if you have a bad taste”. Jadi bukan salah saya dan Anda juga, bila kelompok wanita “heboh” tadi mempunyai selera berbusana yang buruk. Dan juga seperti yang dikatakan suami disainer Kate Spade, Andy Spade : there’s something what money can’t buy; good taste!. Dan pepatah yang satu ini juga bisa menjadi dasar perbedaan dua kelompok wanita tadi “You can take the man out of the village, but you can not take the village out of the man”.
Sudah ah, saya harus boarding nih!
Ketika saya sedang duduk di Lounge Kuala Lumpur International Airport menunggu boarding pesawat, saya memperhatikan empat orang wanita yang bersuara sedikit agak keras berjalan kearah saya, setelah mereka melewati saya, saya tahu bahwa mereka adalah orang Indonesia walaupun mereka tidak berbahasa Indonesia. Kemudian mereka duduk agak jauh dari saya dan tetap dengan percakapan yang mengganggu dan bahasa yang sangat familiar buat saya. Saya sedikit mencuri - curi pandang untuk memperhatikan mereka. Tak berapa lama kemudian dua orang wanita duduk di sebelah saya, yang saya yakini dari kulit dan wajah, mereka adalah orang Indonesia, dan juga mereka berbahasa ibu saya. Setelah beberapa saat memperhatikan perbedaan dua wanita yang duduk di sebelah saya dan empat wanita “heboh” tadi saya menyadari sebuah perbedaan yang sangat dahsyat. Wanita yang duduk disebelah saya sangat terlihat smart, cerdas dan berwawasan luas, padahal saya tidak berbicara sepatah katapun pada mereka. Sementara rombongan wanita “heboh” tadi terlihat seperti gerombolan anak kecil yang merasa sangat senang karena diberi mainan baru yang super duper canggih.
Apa yang membuat mereka terlihat sangat jauh beberbeda? Wanita yang duduk di dekat saya, memakai kemeja linen putih dan celana jeans hipster biru muda berpipa lurus serta sepatu boots warna hitam, dengan menenteng sebuah cardigan hitam dan sebuah tas Anya Hindmarch yang berukuran besar wanita itu terlihat sangat pantas dan smart. Sedangakan teman wanitanya memakai atasan cashmere knit yang berupa turtleneck warna beige dan rok A line selutut warna coklat tua dengan boots tinggi warna biru toska, sangat terlihat stylish dengan tas keluaran TOP SHOP (saya tau karena saya melihat tas itu sehari sebelumnya, dan itu adalah tas pria!) Namun terlihat sangat pas di pakai wanita itu.
Sementara gerombolan wanita yang “heboh” tadi, rata-rata mereka memakai celana jeans bell bottom berpinggang tinggi alias mom’s jeans, dengan hiasan payet disana – sini ditambah dengan atasan blouse ala bohemian yang lengannya melebar seperti sayap dan lonceng, bermotif bunga dan animal print plus mote – mote, lagi! Ditambah lagi dengan perhiasan emas di setiap pergelangan tangan, jari, leher dan telinga yang menyilaukan layaknya toko emas yang sedang “road show” keliling kota. Tas Chanel dan Kelly bag Hermes menjadi tentengan kebanggaan mereka. Belum lagi datambah dengan LV Trunk dan paper bag dari butik ternama yang menjadi peramai tentengan tangan. Satu lagi, tatanan rambut yang menyerupai semak belukar! Sangat mengganggu pemandangan bukan?
Saya yakin, kalau dilihat dari sisi finansial sudah pasti para wanita “heboh” tadi pasti jauh lebih diatas dua wanita yang duduk disebelah saya, dimana mereka terlihat sangat mandiri, chik dan fashionable. Dari pembicaraan yang saya dengar mereka sepertinya sudah berkeluarga, wanita yang satunya memiliki satu orang anak dan yang lain dua orang anak. Dan para wanita “heboh” itu sudah tidak perlu dipertanyakan lagi, they have a mom’s look.
Apa yang terjadi dengan selera berpakain dua kelompok wanita ini? Apakah para wanita “heboh” itu tidak membaca majalah? Tidak mungkin, mereka belanja di mana selebritis juga berbelanja. Tidak mengikuti tren? But they have Kelly Bag and Chanel purse. Uang? Kartu platinum dari setiap bank pasti ada dalam dompet mereka. Jadi apa dong?
Sementara dua wanita chik tadi terlihat sangat elegan dengan penampilan yang minimalis, sedap dipandang mata dan cara mereka berpakian patut di contoh. Saya tidak mempermasalahkan kecantikan mereka, tetapi bagaimana mereka berpakaian dan memadankannya hingga terlihat sangat pantas untuk dilihat.
Perbedaan nya adalah masalah selera dalam hal berpakian dan menentukan style yang ingin dipakai. Ada beberapa jenis kelompok orang yang hanya memakai dan membeli suatu barang dikarenakan harga yang mahal, keluaran terbaru dan tidak mau dikatakan ketinggalan jaman tanpa memikirkan dipakai kapan, kemana,dimana dan kenyamanan memakainya. Sehingga pada saat mereka memkainya secara bersamaan terlihat aneh bin ajaib bahkan norak. Namun ada juga orang yang sangat jeli dalam hal pemilihan busana, dengan mementingkan kenyamanan memakai, daya pakai yang tinggi, pemilihan model yang long lasting sampai warna yang cocok dengan koleksi busananya yang sudah dimiliki. Untuk kelompok yang kedua, biasanya mereka pandai memadu padankan antara barang – barang yang murah dengan yang mahal. Barang yang murah bukan berarti kelihatan murahan, disitu kuncinya.
Seperti judul diatas, “it’s not my fault if you have a bad taste”. Jadi bukan salah saya dan Anda juga, bila kelompok wanita “heboh” tadi mempunyai selera berbusana yang buruk. Dan juga seperti yang dikatakan suami disainer Kate Spade, Andy Spade : there’s something what money can’t buy; good taste!. Dan pepatah yang satu ini juga bisa menjadi dasar perbedaan dua kelompok wanita tadi “You can take the man out of the village, but you can not take the village out of the man”.
Sudah ah, saya harus boarding nih!
Comments